Atas penggunaan foto di produk Nyonya Meneer milik PT Bhumi Empon, Charles Saerang menuntut kerugian materiil Rp43,2 miliar dan imateriil Rp500 miliar.
SEMARANG – Sengketa hak cipta terkait merek Nyonya Meneer masih terus berlanjut. Penyelesaian melalui jalur pengadilan kini menjadi muara sengketa dua keluarga generasi Lauw Ping Nio atau Nyonya Meneer.
Pengadilan Niaga Semarang menggelar sidang perdana gugatan hak cipta yang dilayangkan oleh Charles Saerang, pada Selasa (16/6/2020). Charles, yang merupakan pemilik lama Nyonya Meneer, mengungat tiga pihak.
Pihak pertama adalah PT Bhumi Empon Mustiko, yang saat ini menguasai Nyonya Meneer. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Menteri Hukum dan HAM cq Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menjadi dua pihak lainnya.
Berkas gugatan itu teregistrasi dengan Nomor 2/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2020/PN Niaga Smg yang didaftarkan sejak 8 Mei 2020.
Dalam materi gugatannya, Charles Saerang menyebut sebagai pemilik hak cipta atas silsilah keluarga Nyonya Meneer sampai generasi ke-4 sehingga berhak atas foto yang menempel di merek Nyonya Meneer.
Foto dan merek Nyonya Meneer saat ini dipakai untuk memasarkan produk minyak telon yang diproduksi Bhumi Empon. Salah satu ikon paling kuat dalam ingatan publik terkait dengan merek Nyonya Meneer salah satunya adalah keberadaan foto itu.
Atas penggunaan foto di produk Nyonya Meneer milik Bhumi Empon itu, Charles menuntut kerugian secara materiil Rp43,2 miliar dan imateriil senilai Rp500 miliar.
Melalui kuasa hukumnya Osward Febby Lawalata, Charles Saerang meminta majelis hakim menyatakan perbuatan para tergugat melakukan peredaran produk tanpa izin hak cipta dari pemilik hak, bersalah secara hukum.
Sementara itu, konsultan hukum Kekayaan Intelektual PT Bhumi Empon Leo Tukan mengatakan bahwa agenda sidang pertama pada Selasa lalu adalah mediasi.
Akan tetapi, kedua belah pihak telah sepakat untuk menyelesaikan perkara ini sesuai mekanisme peradilan yang berlaku.
“Kemarin semua pihak datang kecuali dari Direktorat Jenderal [Ditjen] Kekayaan Intelektual (DJKI). Enggak ada perdamaian nanti biar pengadilan aja yang memutuskan,” kata Leo kepada Bisnis, Rabu (17/6/2020).
Leo menuturkan bahwa objek gugatan yang dilayangkan pihak Charles Saerang terkait dengan izin penggunaan potret atau foto Nyonya Meneer.
Munculnya gugatan tersebut tak lepas dari anggapan penggugat bahwa keberadaan merek dagang dan hak cipta adalah dua entitas yang berbeda.
Padahal, menurut Leo, pembelian merek dagang dari PT Aryasatya Bayanaka Nuswapada (ABN), mencakup semua aspek, termasuk foto atau potret Nyonya Meneer. ABN merupakan pemenang merek Nyonya Meneer melalui mekanisme lelang bawah tangan.
Selain itu, secara hukum merek yang sekarang dikuasai oleh Bhumi Empon sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
“Jadi kami clear, landasan yang kami pegang kan hukum, karena dokumen kepemilikan ada di kita. Kami yakin sebagai pemegang hak dan tidak ada orang lain,” jelasnya.
Sebelum gugatan hak cipta itu, pihak Charles Saerang juga sempat melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum di PN Semarang. Gugatan itu menyangkut proses lelang Nyonya Meneer yang dinilai cacat prosedur. Salah satu pihak yang digugat yakni Bhumi Empon.
Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Semarang, gugatan itu sudah dicabut setelah melewati sidang pertama pada April lalu.
Kasus sengketa antarkeluarga pewaris Nyonya Meneer ini kian ramai setelah Bhumi Empon mengumumkan sebagai nakhoda baru perusahaan yang bergerak di bisnis jamu dan obat-obatan tradisional itu.
Bhumi Empon saat ini dipimpin oleh Seno Budiono menantu dari Hans Pangemanan, salah satu putra Lauw Ping Nio.
Adapun, Charles Saerang, cucu Nyonya Meneer dari Hans Ramana kakak dari Hans Pangemanan.
Artikel Berita ini dikutip dari : https://kabar24.bisnis.com/read/20200618/16/1254218/sengketa-hak-cipta-nyonya-meneer-foto-lauw-ping-nio-diperebutkan