Pemberitaan sepekan terakhir ramai diisi dengan sengketa merek ayam geprek milik Ruben Onsu bernama Geprek Bensu, dengan I Am Geprek Bensu milik Benny Sujono. Ruben yang sempat mengajukan tuntutan ke Mahkamah Agung untuk bisa mendapatkan hak paten dari merek Geprek Bensu memang harus menelan pil pahit setelah mendapat penolakan. Namun selain kasus tersebut, masih ada sejumlah sengketa merek yang pernah terjadi di Indonesia pada waktu-waktu sebelumnya. Bahkan tidak sedikit di antaranya yang berkaitan dengan merek dagang internasional milik perusahaan di luar negeri. Berikut ini 5 di antaranya:
1. Monster Energy Company vs Andria Thamrun
Perusahaan asal Amerika Serikat Monster Energy Company pada 7 November 2014 melayangkan gugatan kepada Andria Thamrun yang memiliki merek “Monster”. Merk “Monster” milik perusahaan Monster Energy Company telah terdaftar dan digunakan sejak 1992 di AS dan beberapa negara lain .
Perusahaan tersebut menyatakan keberatan terhadap merek “Monster” milik Andria juga sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Dirjen Hak Kekayaan Intelektual. Hasilnya, Mahkaman Agung memutuskan menerima eksepsi Tergugat dalam hal ini Andrea Thamrun yang menyebut gugatan bersifat prematur dan kabur, karena tidak memiliki kepentingan. Otomatis dengan begitu, gugatan perusahaan AS itu tidak dapat diterima.
2. IKEA Swedia vs IKEA (Intan Khatulistiwa Esa Abadi)
Pada 2013, terjadi sengketa merek antara IKEA System B.V (IKEA) dengan IKEA milik PT Ratania Khatulistiwa. Mahkamah Agung dalam keputusannya tertanggal 2 Februari 2016 menolak kasasi IKEA yang menuntut pembatalan merek IKEA dari Indonesia. Merek dagang ini dinyatakan telah terdaftar di Dirjen HKI pada 20 Desember 2013 melalui permintaan pendaftaran yang dinilai sah.
Namun demikian, dikutip dari Kontan, 3 Februari 2016 tidak jelas siapa yang berhak menyandang merek IKEA hingga saat ini. Hal itu karena IKEA Indonesia belum mengonfirmasi kelanjutan mereknya di Tanah Air, Manager IKEA Indonesia saat itu, Tony Mampuk menyebut perkara merek ini merupakan wewenang dari IKEA Swedia.
3. Donald Trump vs pengusaha retail Indonesia
Pada medio 2014, terjadi sengketa merek antara perusahaan milik Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dengan merek ritel lokal yang juga dinamai “Trumps”. Gugatan pembatalan merek dilayangkan oleh pihak Trump karena merek “Trumps” milik Robin Wibowo dinilai menyerupai nama perusahaannya yang sudah terkenal. Nama perusahaan milik Trump sudah terdaftar di AS sejak 20 April 1999. Namun, Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat hanya mengabulkan sebagian gugatan tersebut.
Dengan alasan, kata “Trumps” merupakan kata umum dan bukan kata imajinasi atau yang ditemukan oleh Trump secara langsung, dan di sisi lain Robin juga tidak bisa mempertahankan dalil-dalilnya.
4. Toyota Lexus vs ProLexus
Di urutan ke-4, sengketa merek lokal dan internasional kali ini menyeret perusahaan otomotif ternama asal Jepang Toyota Jidhosa Kabushiki Kaisha dan merek lokal untuk alas kaki “ProLexus” milik Welly Karlan. Toyota yang salah satu produknya bernama Lexus, tidak terima jika ada produk lain yang menyamai nama produknya.
Kasus sengketa ini muncul pada Januari 2014, sebagaimana dikutip dari Kontan, 15 Juni 2014. Welly telah mendaftarkan merek “ProLexus” kepada Ditjen HKI sejak 28 Januari 2014. Sementara Toyota dengan merek “Lexus” -nya, di Indonesia baru terdaftar di institusi yang sama per 7 Desember 2012. Dan hingga saat itu, sudah terdapat 10 merek “Lexus” yang secara resmi terdaftar di Indonesia dengan popularitas sudah bisa diperhitungkan.
5. DC Comics vs Wafer Superman
Terakhir adalah sengketa yang terjadi antara produsen komik kenamaan asal Amerika Serikat. DC Comics dengan PT Marxing Farm Makmur dengan produk Wafer Supermen miliknya. DC Comics merupakan perusahaan pencetus tokoh hero seperti Superman, Batman, Wonder Woman, dan sebagainya. Mengutip artikel Kompas.com, 29 Mei 2019, sengketa ini bermula ketika DC Comics hendak mendaftarkan mereknya di Indonesia pada 2017 lalu. Namun, permintaannya ditolak Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, karena sebelumnya sudah ada produk terdaftar dengan nama yang serupa. Yakni Wafer Supermen milik PT Marxing Farm Makmur yang sudah terdaftar sejak 1993. Setelah diajukan ke Pengdilan Negeri, tuntutan tersebut berlanjut ke Kasasi Mahkamah Agung. Hasilnya, gugatan ditolak karena dinilai kabur dan pihak penerima kuasa telah bertindak melebihi wewenang yang diberikan pihak DC Comics.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Selain Geprek Bensu, Berikut 5 Kasus Sengketa Merek Dagang di Indonesia”, Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/15/150454865/selain-geprek-bensu-berikut-5-kasus-sengketa-merek-dagang-di-indonesia.
Penulis : Luthfia Ayu Azanella
Editor : Virdita Rizki Ratriani